Coklat Panas, Senja dan Hujan :)

Senja baru saja bercerita tentang Ilalang di musim kemarau. Ilalang yang meranggas ditebas mimpi hujan yang tak kunjung datang.

Sudah Lewat Senja



Woa. Entah apa yang saya lewatkan. Tiba-tiba saja Maret sudah lewat setengah. Hari-hari saya tertumpuk dalam deadline di antara mata kuliah yang bejibun. Entah dengan cara bagaimana, Februari diam-diam permisi. Sementara, tanpa saya sengaja, Maret pun kehadirannya tak terindahkan. Kini, setengah darinya tak termaknai.


Woah. Mungkin naif. Jika saya ingin waktu membeku. Sebentar saja. Atau, mencoba memutarnya berjalan mundur. Mengembalikan hari-hari yang terselip di antara deadline dan tek tok keypad laptop. Naif, bukan?

Sementara saya tahu. Waktu--dengan segala takdirnya--tidak dihadirkan untuk menunggu. Ada gegas bersamanya. Ada ketergesaan yang menyertainya. Alasan apa pun, tak akan membuatnya kembali. Dia merebut orang-orang, dia merebut ruang pergi bersamanya. Mengubah mereka menjadi orang-orang asing. Dan, melabeli teman-teman saya dengan nama kedewasaan.

Tapi, lagi-lagi, dengan entah bagaimana, saya berharap semua orang tidak lekas dewasa. Dan, saya takut ditinggalkan. Karena saya, tidak pernah ingin jadi dewasa. Saya tidak mau terasing di dunia yang asing. Dewasa adalah negeri paling asing, yang sedapatnya akan saya jauhi.

And, now, saat Februari tak menyisa dan Maret sudah setengah. Saya tahu, saya sedang larut dalam ketergesaan itu. Pusaran waktu membawa saya ke ruang terasing. Ruang, tempat satu sama lain sibuk dengan urusan amsing-masing. Tidak ada jeda. Tidak ada hela. Sapa yang sesekali lewat dalam ruang itu hanya intermezo. Ruang bernama kedewasaan itu membuat kita tak lagi saling mengenal, bahkan dengan diri sendiri.

Naif, bukan? Tetapi, bukankah semua kita adalah naif? 

Lagi Pengen..

1. Iguana Blue Diamond
Waktu jaman SMA mau beli ini, tapi tiba-tiba bokap bilang, "Itu jelmaan monster". Sampe sekarang masih belum keturutan, gara-gara belom punya rumah sendiri. Huhu


2. Baju Renang
Yang ini sebenernya udah punya. Dan karena ada sebuah tragedi, baju renang gue jadi bolong di ketek. Jadi, yah nyokap gue nggak sengaja ngelobangin pake setrikaan. Itu aja.

3. Fixie
Yang ini nih yang lagi ditabung duitnya. Besok awal semester 3 mudah-mudahan udah bisa bawa ini ke kampus. Amiiin.



3. Jam Tangan Rolex
Semoga bisa nemu di jalan. Atau di kamar mandi umum. Atau tiba-tiba jatuh dari langit. Amin.


4. Raket Tennis
Semenjak dikatakan bisa main tennis, jadi pengen punya raket sendiri. Ayo ras nabung!!



5. Kacamata Renang Speedo
Ini mau banget beli. Tapi belom ada uang di dompet maupun di bawah kasur :"


6. Coklat
Nah, ini cukup buat malem ini.

Oke, sebenernya masih banyak yang gue mau. Namanya juga manusia. Namanya juga idup kan yaelah~
Dan, gue ucapin selamat hari sabtu malam para kaum-kaum gue jomblongenes
Selamat malam semua.
With love
Laras :)




Bila Aku Jatuh Cinta

Bila ku jatuh cinta,
aku mendengar nyanyian seribu dewa-dewi cinta
menggema dunia.

Bila ku jatuh cinta,
aku melihat matahari kan datang padaku
dan memelukku dengan, sayang.

Bila aku jatuh cinta,
aku melihat sang bulan,
kan datang padaku dan menemani aku..
Melewati dinginnya mimpi.
Melewati dinginnya mimpi.

Bila aku jatuh cinta,
jatuh cinta.. bersama dirimu..
Peluk aku, ciumlah aku, sayang.


Aku Jatuh Cinta Kepadamu dengan Telak!


Aku..
Dengan ketidakpastianku.
Aku..
Dengan semua harapanku.
Semua menyatu dalam lekukan Kesakitan rasa, yang begitu dalam menginginimu.
Berikan aku jawaban, apapun itu.
Berikan aku pertanda, bagaimanapun itu.
Apa kau tau apa rasanya menunggu?
Apa kau tau apa rasanya tersiksa?
Apa kau tau bahwa mencintaimu itu sesuatu yang indah?
Apa kau tau bahwa merindukanmu itu sesuatu yang membuat gundah?
Sampai kapan..
kau akan diam tak bergeming,membiarkan aku merasakan ini sendiri?
Sampai kapan..
Kau sanggup melihat aku meronta melawan rasa kesepianku?
Kau..
Menghasilkan nada bahagia 
Kau..
Menelurkan lagu ceria
Kau..
Melahirkan irama cinta
Kau..
Kuinginkan pada akhirnya 

Tertanda,

Dia.

Titik Balik - Emka



Akulah orang asing di mata cinta.
Akulah ketidakpastian di setiap jawaban yang tertulis nyata.

Akulah ketakutan di tapal batas cinta yang mencium maut. 
Sebut saja itu aku.
Tak ada alamat pasti di nadiku yang berdetak menghitung rindu. 
Tak ada rumah, tempatku berpulang menyemayamkan setiap gelisah yang datang. 
Tak ada tujuan, tempat bahagia dan sedihku bermuara.  
Sampai akhirnya kau datang, tiba-tiba. 
Kamulah pengantinku di mata cinta. 
Kamulah kepastian di setiap jawaban yang kuiba. 
Kamulah keberanian di tapal batas cinta yang menciumi titik titik kerinduan. 
Sebut saja itu kau,
di mataku
di mata cinta. 

Aku..


3 Maret 2013

Aku duduk bersandar di tembok kamar yang sekarang ku tempati. Langit mendung dan hujan sedang menari-nari - bebas. Air mataku tumpah ruah seperti hujan yang datang di penghujung musim panas. Sedari dulu, ada satu hal yang membuatku iri terhadap hujan. Aku ingin seperti Petir. Dengan menjadi seperti petir, aku bisa berteriak keras. Andai.. dan sejauh ini masih tetap andai. Aku hanya berharap ketika petir ini keluar, petir hal tidak akan melukai orang-orang yang menyayangiku.

Jari-jemariku bergetar hebat, memegang ponsel yang sedari tadi belum berdering. Menunggu pesan balasan dari seseorang yang sangat ku hormati dan kucintai di seberang sana. Aku menunggu pesan singkat Ayahku. Mataku mulai memandang setiap sudut kamar ini. Putih - bersih, rapi, besar, ada kamar mandinya. Seharusnya aku nyaman berada di sini. Tapi tidak.. Aku sudah tidak merasa nyaman lagi. Aku.. hanya ingin pergi. Itu saja.

Seandainya pergi bisa dengan sangat mudah, alangkah bahagianya aku?
Aku juga ingin memiliki hidupku sendiri. Aku juga ingin seperti aku yang dulu. Aku yang mencintai hidupku.

Belakangan ini hidup terasa begitu berat (maaf Tuhan jika aku mulai mengeluh lagi). Entah karena jadwal kuliahku yang padat atau karena hal lain. Hanya saja, belakangan air mataku lebih sering keluar dari biasanya. Dan anehnya aku tidak berniat untuk menahan atau cepat-cepat menghapus setiap bulir air mata yang jatuh.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku menghadapi masalah yang sungguh rumit. Sebenarnya masalah sepele, tapi ketika aku salah melangkah sedikit saja akan ada banyak pihak yang terlibat. Aku mengakui bahwa aku lebih senang jadwal kuliah semester ini. Aku jadi lebih sering berada di kampus daripada  di "Kost-an". :)

Bibirku terus merapal doa-doa. Berharap bahwa Ayahku di seberang sana mengabulkan permintaan anak sulungnya ini. Dan beberapa menit setelah air mataku reda ponselku bergetar. Cepat-cepat aku membuka - lalu menangis haru - bahagia.

"Sabar nak, kita tunggu waktu yang tepat. Pikirkan matang-matang. Setelah itu baru kita bicarakan ke keluarga yang lain masalah kepindahanmu. "

Untuk pertama kali juga dalam hidup, 
Ayah menyetujui keputusan besar dalam perjalanan 
hidup putri sulungnya.
Terima kasih Papah - Bapak - Ayah - dan 
segala perjuanganmu untukku,
selalu :).